Pamer Istri Ke Penjual Buah
Yenny, adalah istriku yang sangat aku cintai. Kami adalah pasangan suami istri yang baru
3 bulan menjalani bahtera rumah tangga. Sosoknya yang cantik, pintar, anggun dan sexy benar2
mempesonaku ketika pertama kali kami berkenalan. Sampai saat ini sosok itu masih
terlihat begitu indah. Sungguh sebuah anugerah Tuhan sehingga aku bisa melihat sosok itu
bisa terbaring polos setiap pagi disampingku.
Ternyata sosoknya yang mempesona tersebut tidak hanya merebut hatiku. Hampir semua
laki-laki normal pastilah terpesona melihat sosoknya. Rambut yang panjang hitam, kulit yang
putih, payudara yang besar dan montok, serta pahanya yang padat dan mulus, pastilah
membuat mata-mata nakal kerap terbelalak. Aku sangat bangga melihat bagaimana laki-laki
lain terpesona dan kagum melihat sosok istriku tersebut. Bahkan bisa dikatakan aku
cenderung suka sekali “memamerkan” keindahan tersebut kepada sesama kaumku. Melihat
laki-laki lain menatap mupeng ke bagian-bagian tubuh sensitif istriku, justru membuat aku
terangsang. Sangat terangsang!
Istriku sendiri sudah mengetahui “keanehan”-ku tersebut. Ia dapat memakluminya sifatku,
karena pada dasarnya ia sendiri memang memiliki sedikit bibit eksibionis dalam dirinya.
Sejak pacaran dulu, baju berleher rendah serta rok mini memang merupakan “seragam” wajib
bagi istriku saat bersamaku. Ternyata hobby eksibionis ini telah ia mulai sejak jaman SMU
dulu. Aku kerap meminta dia untuk bercerita tentang pengalaman masa lalunya melakukan
eksi di depan teman-teman, guru dan dosennya. Aku sangat suka mendengarkan
penuturannya bagaimana ia pura-pura tidak sengaja mempertontonkan, belahan dadanya,
pahanya atau celana dalamnya di depan laki-laki lain. Di ujung cerita pastilah berakhir
dengan persetubuhan kami yang begitu panas di ranjang.
Di sini aku ingin berbagi salah satu kisah aksi eksi istriku ketika kami telah menikah. Aksi
yang dilakukannya ini selalu bisa membuat diriku “tegang” setiap kali mengingatnya. Kisah
ini dimulai saat suatu hari aku menjemput istriku dari tempatnya bekerja. Istriku itu bekerja
di salah satu bank swasta yang cukup bonafit di kota kami.
“Hai Pa, sudah lama nunggu?”, istriku tersenyum begitu masuk ke dalam mobil.
“Baru aja kok”.
Ciuman langsung mendarat di pipi dan bibirku. Kami memang selalu membiasakan untuk
tetap bersikap romantis, walaupun saat ini status kami adalah suami istri. Ciuman pun
merupakan hal wajib ketika kami bertemu. Ketika kami berciuman, dengan nakal aku
meremas payudaranya dari balik blazer.
“Ih, Papa nakal!”, Istriku memukul pundakku selesai bibir kami terlepas.
“Biarin…”, aku menggodanya.
Tanganku langsung mendarat di paha kanannya. Aku elus-elus paha mulus kebanggaanku
tersebut. Aku memang suka sekali melihat dia memakai seragam kerjanya. Blazer dan rok
span mini ketat, selalu saja membuatku uring-uringan setiap kali bertugas mengantar dan
menjemputnya. Memang tidak setiap hari aku melakukannya, hanya jika kebetulan ada tidak
terlalu sibuk di kantor, tapi aku sangat suka melakukannya. Aku suka membayangkan
bagaimana setiap hari teman kerja dan juga nasabah-nasabahnya pastilah menatap mupeng ke
arah tubuh istriku. Istriku terlihat santai mengikat rambutnya, walaupun saat itu tanganku
sibuk “bermain-main” dipahanya.
“Pa, ntar di jalan mampir beli mangga dulu ya”.
“Lo ada apa kok tiba-tiba pengen mangga?”.
“Iya pengen aja, kayaknya Mama lagi ngidam nih hehehe…”.
“Serius?”, mataku langsung berbinar-binar.
Sebagai seorang suami mendengar istri mengandung anak pertama tentunya sangatlah membahagiakan.
Istriku tersenyum menggoda.
“Hehehe… ngga tau juga deh, ntar musti di cek ke dokter dulu buat mastiin”.
“Sip deh, kalo gitu ntar Papa anter”.
“Iya, tapi tangannya berhenti dulu dong”, istri memegang tanganku yang sudah beberapa saat lalu masuk ke dalam roknya.
“Hehehe… abis Mama bikin ngga nahan sih”.
Istriku hanya tersenyum mendengarnya. Dibiarkannya tanganku untuk beberapa saat lagi di
dalam roknya. Kami kembali berciuman, sambil tanganku merasakan renda-renda tipis di
permukaan celana dalam yang dipakainya. Setelah puas tanganku “bermain”, mobil pun
melaju keluar dari areal parkir.
Seperti janjiku, aku mengantarkan istriku ke tempat penjualan buah-buahan. Toko buah itu
berada di pinggir jalan dan kebetulan suasana terlihat sepi. Aku pun lalu memarkirkan mobil
di depan toko.
“Pa, Mama aja deh yang turun, Papa diem aja di mobil”.
Aku menurut. Istriku turun dari mobil kemudian masuk ke dalam toko. Toko buah itu sama
sekali tidak tertutup dan berpintu, sehingga dari mobil aku bisa melihat secara jelas apa yang
terjadi di dalam. Beberapa lama aku memandang ke dalam toko, aku melihat istriku sedang
memilih-milih buah sambil ditemani oleh seorang pemuda di sampingnya. Aku tersenyum
kecil, ketika melihat sesekali pemuda itu melirik-lirik ke belahan blazer istriku ketika
memilih buah. Mata nakalnya juga terlihat menatap nanar ke arah pantat istriku setiap kali ia
berkesempatan berada di belakangnya.
Ketika aku melihat istriku dan pemuda itu berjongkok sambil memilih semangka yang
diletakkan di rak terbawah, timbullah keisenganku. Ku ambil handphone dan men-dial nomor
istriku. Dari tempatku berada, aku bisa melihat istriku agak heran melihat nomorku muncul di
layar handphone-nya.
“Ada apa Pa?”.
“Ma, kayaknya tu cowok di samping Mama jelalatan deh ngeliatin paha Mama hehehe…”.
“Apaan sih, nelpon cuma mau bilang gitu doang?”, terdengar suara istriku sedikit berbisik.
“Iya, Papa suka lo ngeliatnya dari sini, bikin Papa horny”.
“Ih Papa genit!”.
“Hehehe… kasi liat aja gih sekalian yang ada di dalem rok”.
“Boleh nih?”, tanya istriku.
“Boleh dong!”, sahutku bersemangat.
Sambil masih memegang handphone terlihat istriku berbicara dengan sang pemuda.
“Kalo duren import ada ngga?”.
“Ada Bu, disebelah sana”.
Rupanya istriku sengaja tidak mematikan handphone-nya, mungkin agar aku bisa mendengar
percakapannya dengan pemuda tersebut. Kemudian terlihat pemuda itu berdiri dan istriku
mengikutinya dari belakang. Keduanya berjalan menuju rak duren.
“Awas lo ntar cemburu”, ucap istriku kembali berbicara denganku.
“Ngga dong, kan Papa yang nyuruh”.
Istriku terlihat menunjuk salah satu buah duren. Pemuda itu mengambilnya dan
memperlihatkannya kepada istriku. Istriku melihat duren tersebut dengan seksama. Ia
menggelengkan kepalanya dan menunjuk ke arah duren lainnya yang ada di rak. Pemuda itu
meletakkan duren yang dipegangnya dan mengambil duren yang ditunjuk istriku.
“Bisa di coba ngga?”, aku mendengar istriku kembali berbicara dengan pemuda tersebut.
“Aduh ngga bisa Bu, soalnya kita tidak nyediain buah sample”.
“Iya udah, ntar saya beli yang itu saja, tapi tolong dibuka dulu ya, saya mau coba dulu isinya”. Pemuda itu mengangguk.
“It’s show time!”, istriku sekilas berbisik denganku melalui handphone.
Aku bisa melihat ia tersenyum ke arahku. Aku pun membalas senyuman tersebut.
Kemudian pemuda itu berjongkok dan meletakkan buah tersebut di lantai. Istriku ikut
berjongkok di depannya. Istriku sengaja mengambil posisi berhadapan dengan pandanganku,
mungkin agar aku bisa melihat dirinya secara jelas. Pemuda itu terlihat sibuk membuka duren
yang dipegangnya, sedangkan aku bisa melihat istriku berlahan mulai membuka agak lebar
kedua pahanya. Sekilas aku bisa melihat sesuatu berwarna krem sedikit mengintip diantara
kedua pahanya. Aku saja yang berjarak cukup jauh bisa melihat itu, bagaimana pemuda
tersebut, pikirku.
“Silakan Bu”, aku mendengar suara pemuda itu sayup-sayup melalui handphone-ku.
“Makasi”, Istriku tersenyum. Ia lalu terlihat mengambil sebuah biji duren dan mencobanya.
“Oh ini bijinya kok ngga besar ya?”, istriku mengacungkan biji duren yang dipegangnya.
Ia sengaja mengatakan itu agar pemuda itu menoleh ke arahnya.
Saat menoleh itulah agaknya pemuda itu tahu kalau posisi kaki istriku agak mengangkang.
Aku tahu karena mendengar suaranya yang agak tergagap.
“I… iya bu, so… alnya duren bang… kok”.
Istriku rupanya menyadari kalau pemuda itu telah memakan umpannya. Dengan santainya ia
kembali menikmati buah duren yang dipegangnya, sambil berpura-pura tidak menyadari
kalau pandangan mata pemuda itu mengarah ke selangkangannya. Di balik celanaku langsung
menegang. Aku memang tidak terlalu jelas melihat wajah si pemuda, namun aku bisa
membayangkan ekspresi mupeng dirinya. Istriku sengaja berlama-lama memakan buah duren
tersebut, agar memberikan waktu bagi pemuda itu untuk terus menikmati “pemandangan”
yang disajikannya.
“Tolong dijagain ya Dik, saya mau ambil dompet dulu di mobil”.
Aku heran mendengar perkataan istriku. Buat apa ia mau ke mobil? Menggoda aku? Tanyaku dalam hati. Yang jelas kemudian aku melihat istriku sudah berdiri kembali.
“Eh ngga usah di angkat, biarin aja dibawah”, kembali aku mendengar suara istriku melalui
Aku melihat istriku berjalan mendekatiku. Ia kemudian masuk ke dalam mobil dan duduk
“Gimana? Suka Pa?”. Istriku tersenyum genit.
“Suka banget! Mama bener-bener nakal hehehe…”.
“Mama mau lebih nakal nih!”.
“Ah? Maksudnya?”, aku mengerutkan keningku.
Tanpa menjawab pertanyaanku, tiba-tiba istriku mengangkat rok span mini yang dipakainya.
Dengan santainya lalu ia melorotkan celana dalam kremnya dari dalam rok. Aku terbelalak
melihat keberanian istriku tersebut. Sungguh aku tidak menduganya. Saat itu bukannya aku
marah, namun darahku langsung berdesir hebat membayangkan apa yang akan dilakukan
istriku nanti.
“Nih jagain celana dalem Mama”, istriku mengerlingkan matanya. Ia lalu melemparkan kain mungil transparan, berenda itu kepangkuanku.
Aku hanya bisa mematung melihat istriku turun dari mobil. Tanpa sadar handphone yang
menempel di telingaku sejak tadi telah berbunyi nada off. Berarti istriku tadi telah mematikan
handphone-nya juga. Segera setelah memasukkan handphone dan juga celana dalam istriku
ke dalam kantong, aku langsung menyusul turun. Ketika aku masuk ke dalam toko, aku bisa
melihat istriku sudah berjongkok kembali di depan si pemuda. Istriku yang melihat
kedatanganku hanya tersenyum kecil. Aku langung berpura-pura berdiri memilih buahbuahan
di rak di dekat mereka.
“Bukain lagi dong yang itu”, istriku menunjuk ke arah bilah duren di lantai yang belum
Aku melihat kedua paha istriku masih menutup rapat saat itu. Sambil berusaha membuka
bilah duren, walau membelakangiku tapi aku yakin pemuda itu sesekali melirik ke arah kedua
paha istriku. Mungkin dia berharap nantinya kedua paha mulus itu akan membuka kembali.
Benar saja, selang beberapa detik istriku mulai beraksi. Ia berlahan-lahan membuka kembali
kedua pahanya namun membuatnya seakan-akan ia tidak sengaja melakukannya. Terlihatkah
selangkangan montok miliknya yang tak lagi tertutup celana dalam. Aku yang melihatnya
langsung menelan ludah.
“Si… silakan Bu…”, ucapan pemuda itu kembali terdengar tergagap.
Saat itu mungkin pemuda itu telah melirik ke arah paha istriku dan heran kalau “benda”
berwarna krem yang dilihatnya tadi ternyata sudah tidak ada lagi. Aku yang sedang berdiri
beberapa meter dari mereka saja bisa melihat kalau selangkangan istriku sama sekali sudah
tidak tertutupi, apalagi si pemuda. Aku bisa melihat jelas lubang kenikmatan istriku yang
terlindungi bulu-bulu halus yang tercukur rapi. Aku memang sengaja memintanya untuk rajin
mencukur bulu pubiknya, sehingga memudahkan aku untuk memainkan lidahku disana.
Walaupun aku sudah sering melihat vag|na istriku terbuka, namun saat itu terasa sangat
berbeda. Aku benar-benar bergetar hebat dibuatnya.
Istriku dengan santainya mengambil buah duren dan kembali mencobanya. Ekspresi
wajahnya benar-benar terlihat santai. Rona wajah cantiknya benar-benar menggambarkan
kalau ia tidak mengetahui bahwa saat itu ada dua pasang mata nakal sedang menatap nanar ke
arah kewanitaannya. Saat istriku menoleh kearahku dan mengacungkan biji duren yang
dipegangnya, mungkin itulah saat dimana istriku membuka kedua pahanya dengan sangat
lebar. Sangat teramat lebar!
“Pa, coba deh enak lo”, istriku tersenyum kecil.
“Ngga deh, ntar di rumah aja”, ucapku pura-pura tidak tertarik.
Sekilas aku kembali melirik ke arah si pemuda. Ia terlihat begitu gugup dan kaku.
“Kalo gitu ini dibungkus aja ya Dik bareng mangga yang tadi, terus saya ambil duren yang seperti ini tiga lagi”, istriku tersenyum ke arah si pemuda.
Ia masih terlihat begitu tenang, walaupun sebenarnya ia sudah tahu pasti kalau sejak tadi si pemuda sedang menikmati keindahan liang senggamanya.
“I… iya Bu”, pemuda itu terdengar berusaha untuk tetap sopan.
Sumpah waktu itu apa yang ada dibalik celanaku benar-benar menegang hebat. Aku tidak
tahu apa yang sedang dirasakan oleh si pemuda saat itu. Aku juga tidak tahu apa yang
dirasakan oleh istriku saat itu. Mungkin si pemuda sama “tersiksa”-nya seperti yang sedang
aku rasakan. Terpaksa aku harus lebih dahulu berjalan kembali ke mobil. Di dalam mobil aku
langsung meremas-remas selangkanganku. Seandainya aku tidak sadar itu adalah tempat
umum, mungkin saat itu juga aku akan mengeluarkan batang-ku dan mulai mengocoknya.
“Taruh di dalam saja”, aku mendengar suara istriku di luar mobil.
Aku pun langsung menghentikan remasanku.
Terdengar suara pintu terbuka di belakang. Aku lalu menoleh ke belakang. Si pemuda
ternyata mengikuti istriku dari belakang sambil menenteng sebuah tas plastik dan tiga buah
ikatan duren.
“Laptop sama tasnya Mama taruh di kursi paling belakang ya Pa, biar ada tempat buat buatbuahnya”.
Tanpa menunggu jawabanku. Istriku langsung naik ke dalam mobil dan mengambil tas laptop
juga tas kerjaku. Ketika istriku hendak menaruh kedua tas itu di kursi belakang, ia mengambil
posisi agak menungging dengan bertumpu pada lututnya. Dengan posisi tersebut, rok mini
yang dipakainya pastilah terangkat sehingga membuat bongkahan pantat montoknya bisa
terlihat dengan jelas. Bahkan mungkin juga belahan vaginanya. Aku langsung membalikkan
pandanganku, takut kalau aku menatap juga ke arah yang sama maka pemuda itu akan malu
untuk ikut menikmati pemandangan tersebut.
Pemandangan indah yang mungkin sengaja disajikan oleh istriku sebagai “hidangan” penutup.
“Sini tas plastiknya”, istriku menoleh ke arah si pemuda.
Aku benar-benar kagum dengan istriku. Ia benar-benar terlihat natural sekali memainkan
perannya terlihat berpura-pura tidak sengaja mempertontonkan bagian-bagian sensitif dari
tubuhnya. Aku yakin saat ini pasti si pemuda sedang menikmati betul melahap pantat montok
istriku dengan kedua mata nakalnya.
“Nah sekarang durennya…”.
Aku berpura-pura memperbaiki posisi kaca spion depan, padahal aku sebenarnya ingin
melihat situasi di belakang. Dari kaca spion aku bisa melihat ekspresi wajah mupeng si
pemuda dengan sangat jelas. Aku pun sampai harus kembali meremas-remas selangkanganku
dengan sembunyi-sembunyi. Beberapa saat kemudian istriku sudah turun kembali.
“Makasi ya Dik”, ucap istriku.
“Ma… makasi ju… ga Bu”, pemuda itu langsung melangkah kembali ke dalam toko.
Entah apa maksud kata terima kasih yang diucapkannya tadi. Mungkin maksudnya terima kasih juga untuk vag|na dan pantat ibu yang montok.
Istriku kemudian masuk ke dalam mobil.
“Papa suka? Hehehe…”.
“Banget Ma! Menikmati banget!”, aku langsung memeluk istriku dan mencium bibirnya dalam-dalam.
Setelah itu mobil melaju meninggalkan toko buah tersebut. Namun sebagai pengemudi aku
sama sekali tidak bisa konsentrasi mengemudikan mobil karena terus mengingat apa yang
barusan terjadi. Mobil pun hanya bisa aku kemudikan sepanjang kurang dari satu kilometer,
karena aku akhirnya meminta istriku untuk mengoral batang penisku saat itu juga di pinggir
jalan. Saat itu memang istriku mampu membuatku “keluar”, namun sesampai si rumah ia
harus rela aku gauli di atas sofa tanpa sempat mengganti seragam kerjanya. Bahkan
malamnya, istriku harus kembali rela kerja “lembur” melayani aku sampai tengah malam.
Kami sangat menikmati sekali persetubuhan kami malam itu. Sungguh sebuah pengalaman
yang indah.
Komentar
Posting Komentar